article

polisi dunia baru, akankah terwujud?

polisi dunia baru, akankah terwujud?

Jun 26, 2025

40

atas hegemoni as serta peran "polisi dunia" yang dijalankan, mungkinkan terdapat upaya menciptakan aktor baru? *image generated with craiyon.ai

images

Dunia saat ini dipenuhi konstelasi friksi yang melibatkan sejumlah negara besar. Konflik-konflik besar seperti perang Rusia-Ukraina, ketegangan antara Israel dan Palestina di Gaza, serta yang terbaru, ketegangan antara Israel dan Iran, menjadi cerminan nyata ketidakstabilan global yang terus terjadi. Dalam setiap krisis ini, upaya perdamaian selalu diserukan dan diupayakan oleh berbagai pihak, mulai dari organisasi internasional hingga negara-negara besar. Salah satu forum yang paling sering dijadikan tempat untuk merundingkan perdamaian adalah Sidang Umum Perserikatan Bangsa-Bangsa. Namun, meskipun upaya perdamaian selalu dipromosikan, seringkali misi-misi tersebut terhambat oleh veto yang dikeluarkan oleh Amerika Serikat di Dewan Keamanan PBB, yang seringkali berdasar pada kepentingan politik dan ekonomi negara tersebut. 

Yang perlu diingat bahwa hak veto hanya dimiliki oleh lima negara anggota tetap Dewan Keamanan PBB yaitu Amerika Serikat, Inggris, Perancis, Rusia dan China. Pasal 27 ayat 3 Piagam PBB menetapkan bahwa seluruh Keputusan substantif Dewan harus dibuat berdasarkan jumlah suara setuju anggota tetap. Sejak tahun 1946, tercatat sebanyak 293 kali veto diambil dalam setiap pengambilan Keputusan Dewan Keamanan PBB. Rusia tercatat sebagai pengambil Keputusan terbanyak yaitu 120 veto atau hampir setengah dari seluruh veto yang pernah diambil. Amerika Serikat di sisi lain, telah menggunakan 82 kali veto, Inggris 29 kali, sedangkan Perancis dan China berbagi jumlah veto masing-masing 16 kali. Sejak berakhirnya Perang Dunia 1991, tren baru dalam penggunaan hak veto oleh berbagi anggota semakin sering muncul. Hak veto mempengaruhi bagaimana Dewan bekerja dengan cara yang melampaui penggunaan sebenarnya selama pemungutan suara 

Amerika Serikat selama beberapa dekade telah dikenal sebagai polisi dunia. Hal ini tidak mengejutkan, mengingat kekuatan ekonomi dan anggaran belanja pertahanan AS yang tidak tertandingi oleh negara lainnya. Berdasarkan rilis yang dikeluarkan oleh Peter G. Peterson Foundation, belanja pertahanan Amerika Serikat mencapai hampir 40 persen dari seluruh belanja militer negara-negara di seluruh dunia pada tahun 2024. Pada tahun 2024 saja, belanja pertahanan yang dikeluarkan mencapai 997 Miliar Dolar AS, bahkan lebih tinggi dari gabungan belanja militer 9 negara berurutan dari yang terbesar hingga terkecil yaitu: China, Rusia, Jerman, India, Inggris, Arab Saudi, Ukraina, Perancis dan Jepang di angka total sebesar 984 Miliar Dolar AS. Berdasarkan data yang disajikan pada Wikipedia yang tentu perlu diklarifikasi kebenarannya, Belanja Pertahanan AS dari tahun ke tahun selama lima tahun terakhir tercatat sebagai berikut: tahun 2019 sebanyak 693 miliar US$, tahun 2020 sebanyak 721,5 miliar US$, tahun 2021 sedikit turun ke 705,9 miliar US$, tahun 2022 naik sedikit signifikan menjadi 740 US$, tahun 2023 disepakati anggaran pertahanan sebesar 782 US$. 

Besarnya anggaran belanja militer Amerika Serikat yang bahkan melebihi gabungan belanja pertahanan dari sembilan negara menunjukkan bahwa AS memiliki kemampuan untuk mencampuri urusan negara lain, baik dalam bentuk intervensi militer maupun politik, dan seringkali menjadi pihak yang menentukan dalam berbagai keputusan internasional. Namun, atas keanehan posisi yang sering diambil oleh AS dalam setiap konflik menimbulkan pertanyaan besar: akankah posisi AS sebagai satu-satunya polisi dunia tetap tidak tergantikan? Ataukah telah ada upaya dari negara-negara lain untuk mengimbangi atau bahkan menggantikan peran AS dalam arena internasional? 

Sejarah Peran Amerika Serikat sebagai Polisi Dunia 

Peran Amerika Serikat sebagai "polisi dunia" tidak muncul begitu saja. Sejarah mencatat bahwa setelah Perang Dunia ke-II, dengan runtuhnya kekuatan Eropa yang terlibat dalam perang tersebut, AS muncul sebagai kekuatan global yang dominan. Perang Dingin yang menguasai hampir seluruh abad ke-20 memperkuat posisi AS dalam kancah politik dunia. Dengan mendirikan berbagai lembaga internasional seperti PBB, IMF, dan Bank Dunia, serta aliansi militer seperti NATO, Amerika secara faktual dan simbolis menjadi negara yang paling berpengaruh dalam menentukan arah kebijakan internasional. 

Selain itu, AS juga menggunakan kekuatan militernya yang luar biasa untuk "menjaga perdamaian dunia" dengan melibatkan diri dalam sejumlah intervensi militer, baik di Eropa, Timur Tengah, maupun Asia. Kebijakan luar negeri AS dalam beberapa dekade terakhir cenderung bersifat unilateral, di mana keputusan-keputusan besar sering kali diambil tanpa konsultasi penuh dengan negara-negara lain. Salah satu contoh penting adalah invasi AS ke Irak pada tahun 2003 yang dilakukan meski tidak mendapat mandat dari PBB, yang mengundang kritik internasional. 

Namun, peran ini tidak selalu tanpa masalah. Seringkali, intervensi AS dianggap memicu ketidakstabilan lebih lanjut di wilayah yang dilanda konflik. Sebagai contoh, invasi ke Irak tidak hanya menyebabkan kerusakan besar bagi Irak, tetapi juga memunculkan ketegangan etnis dan agama yang kini masih berlangsung hingga saat ini. Oleh karena itu, ada pihak yang berpendapat bahwa peran AS sebagai "polisi dunia" tidak selalu membawa dampak positif bagi negara yang mereka intervensi. 

 Peran Positif dan Negatif AS Sebagai Polisi Dunia 

Secara positif, peran AS sebagai polisi dunia telah membawa beberapa hasil yang cukup signifikan. Misalnya, dalam Perang Dunia II, AS bersama sekutunya berhasil mengalahkan fasisme dan mengembalikan kedamaian global. Keberhasilan AS dalam memimpin pasukan Sekutu untuk mengalahkan Nazi Jerman dan Jepang membentuk dasar dunia pasca-perang yang lebih terstruktur. Selain itu, AS juga berperan besar dalam mendirikan dan memelihara lembaga-lembaga internasional yang berfungsi untuk menjaga perdamaian dan stabilitas global. 

Setelah Perang Dunia II, AS memainkan peran penting dalam menjaga stabilitas global, mencegah konflik, dan memberikan bantuan kepada negara-negara yang membutuhkan. AS seringkali juga terlihat menyoroti isu hak asasi manusia dan demokrasi serta memberikan tekanan kepada negara-negara yang melanggar hak dasar warganya. Selain itu, AS juga seringkali memberi bantuan kemanusiaan dalam situasi bencana alam dan krisis lainnya serta bantuan ekonomi dan investasi lainnya kepada negara-negara berkembang untuk mendorong pertumbuhan ekonomi dan memerangi kemiskinan. 

Namun, peran ini juga membawa dampak negatif yang tak terhindarkan. Salah satunya adalah sikap intervensi AS yang sering kali dianggap sebagai bentuk imperialisme modern. Kebijakan luar negeri AS, yang sering kali didorong oleh kepentingan ekonomi dan politik, kadang kala memperburuk konflik yang ada. Misalnya, intervensi AS di Vietnam, yang berakhir dengan kegagalan besar, serta perang yang berkepanjangan di Afghanistan dan Irak. Di banyak kasus, peran AS sering kali dianggap tidak objektif, terutama dalam konflik-konflik yang melibatkan negara-negara yang menjadi musuh politik atau ekonomi AS, seperti Rusia dan Iran. 

Secara keseluruhan, peran AS sebagai polisi dunia adalah topik yang kompleks dan kontroversialMeskipun memiliki sisi positif dalam menjaga perdamaian dan keamanan global, serta memberikan bantuan kemanusiaan, intervensi militer dan politik AS juga seringkali menimbulkan dampak negatif dan kritik yang signifikan. 

Upaya Negara-Negara Lain Mengimbangi Peran AS 

Melihat ketidakpastian dan ketidakadilan yang seringkali dikaitkan dengan peran dominan AS, muncul pertanyaan: apakah negara-negara lain bisa mengambil alih peran tersebut? Beberapa negara besar seperti China, Rusia, dan Uni Eropa telah menunjukkan upaya untuk mengimbangi atau bahkan menantang dominasi AS dalam urusan internasional. 

China, dengan kekuatan ekonominya yang berkembang pesat, mulai memainkan peran yang lebih aktif dalam urusan global. Melalui inisiatif Belt and Road (BRI), China berusaha membangun pengaruh politik dan ekonominya di banyak negara, termasuk di Afrika, Asia, dan Eropa. Selain itu, China juga semakin terlibat dalam organisasi internasional seperti PBB, di mana mereka mencoba untuk memperkenalkan alternatif terhadap kebijakan yang didorong oleh AS. 

Rusia, di sisi lain, dengan kebijakan luar negeri yang lebih agresif, berusaha mengembalikan pengaruhnya yang hilang sejak runtuhnya Uni Soviet. Dalam konflik seperti di Ukraina dan Suriah, Rusia tidak ragu untuk berkonfrontasi langsung dengan AS dan sekutunya. Hal ini menunjukkan bahwa meskipun AS masih menjadi kekuatan dominan, Rusia berusaha untuk menciptakan dunia yang lebih multipolar, di mana pengaruhnya sendiri dapat bersaing dengan kekuatan besar lainnya. 

Uni Eropa, meskipun bukan negara tunggal, juga mulai memainkan peran yang lebih besar dalam politik internasional, terutama dalam hal diplomasi dan perdamaian. Uni Eropa berusaha menunjukkan bahwa meskipun tidak memiliki kekuatan militer yang setara dengan AS, mereka dapat memimpin melalui pendekatan diplomatik dan ekonominya, serta dengan berfokus pada hak asasi manusia dan pembangunan berkelanjutan. 

Bagaimana Negara-Negara Seharusnya Memposisikan Diri dalam Dunia Internasional? 

Dalam menghadapi tantangan global yang terus berkembang, peran AS sebagai polisi dunia tidak lagi bisa dianggap sebagai satu-satunya jalan. Dengan munculnya kekuatan-kekuatan besar lainnya, seperti China dan Rusia, serta dengan kebangkitan pengaruh politik dari Uni Eropa, dunia kini berada di jalur menuju dunia yang lebih multipolar. Namun, dalam konteks ini, negara-negara sebaiknya tidak terjebak dalam ilusi untuk menciptakan dunia tanpa hegemoni sama sekali. Sebaliknya, dunia internasional yang lebih seimbang dan lebih kooperatif harus dipromosikan, dengan penekanan pada diplomasi, multilateralisme, dan kerja sama internasional. 

Negara-negara perlu memposisikan diri dalam dunia internasional dengan bijaksana, berfokus pada pencapaian tujuan bersama, seperti perdamaian, kemakmuran, dan keadilan sosial. Upaya untuk mengimbangi dominasi satu negara tidak harus mengarah pada konflik atau ketegangan lebih lanjut, tetapi bisa menjadi upaya konstruktif untuk menciptakan tatanan dunia yang lebih adil dan berkelanjutan. Dengan demikian, meskipun dunia ini penuh dengan friksi, mimpi bahwa dunia ini bisa diubah menuju arah yang lebih damai dan stabil perlu terus diupayakan. 

Quotes.

"pertanyaan paling susah dijawab adalah apa kabar. berbohong menyenangkan orang tapi menyakitkan diri, jujur melegakan diri namun merepotkan orang."- disarikan dari berbagai sumber

"tidak semua masalah harus diselesaikan, jika tidak ada solusi yang tersedia. yang perlu kita lakukan hanya bertahan sampai masalah itu berlalu."- pandji pragiwaksono

"selalu orang ingin diterima dengan cara yang salah, memaksakan keyakinan diri kepada mereka."- myself

"lingkaran setan hanya dapat diakhiri dengan cara mengingkari-nya."- guru gembul

"kalau sudah tiba waktunya, maka akan tiba waktunya."- yusril fahriza

images

loading ...