dinamika bisnis pendidikan dan paradoks aksesabilitas
Jul 09, 2025
37
pendidikan gratis, tonggak hak asasi dan masa depan inklusif pendidikan indonesia
Setidaknya dalam dua dekade terakhir, sektor pendidikan terlihat mengalami komersialisasi besar-besaran. Hal ini salah satunya disebabkan oleh timpangnya jumlah sarana dan prasaran pendidikan yang tersedia dengan jumlah calon siswa yang mendaftarr dan mengakses sarana pendidikan tersebut. Pada akhirnya sekolah swasta adalah “pilihan logis” yang selalu tersedia. Hal ini mengarahkan pada fenomena bahwa banyak lembaga pendidikan swasta tidak lagi sekedar berfungsi sebagai pelengkap atau mitra negara, melainkan telah menjelma menjadi entitas bisnis dengan struktur biaya yang kompleks dan terkadang tidak rasional. Fenomena ini semakin terasa di wilayah urban seperti Jabodetabek, Surabaya, Medan dan Bandung, dimana biaya masuk sekolah swasta dapat menyentuh angka belasan hingga puluhan juta rupiah, bahkan untuk jenjang pendidikan taman kanak-kanak.
Ketika pendidikan diperlakukan sebagai produk mewah, maka eksklusivitas menjadi daya jual. Orang tua yang mampu secara ekonomi akan terdorong memilih sekolah yang tidak hanya menawarkan kurikulum nasional melainkan juga internasional, fasilitas premium, guru lulusan luar negeri, hinga program pertukaran pelajar ke luar negeri, disinilah kemudian muncul paradoks, bahwa pendidikan bertransformasi menjadi simbol status sosial, bukan lagi sarana pencapaian konpetensi universal. Hal ini didukung oleh fakta bahwa sekolah negeri di banyak tempat menghadapi berbagai keterbatasan, mulai dari jumlah ruang kelas, rasio guru-siswa yang timpang, hingga kurikulum yang belum sepenuhnya adaptif dengan perkembangan zaman. Hal ini menyebabkan tidak jarang sekolah negeri dipandang sebagai “alternatif terakhir”, bukan lagi pillihan utama bagi kalangan menengah hingga atas.
Selanjutnya, pendidikan seharusnya tidak melulu hanya tentang gedung sekolah dan biaya, namun lebih jauh menyangkut kualitas proses belajar. Pada banyak sekolah swasta elit, pendekatan pembelajaran berbasis project, berpikir kritis, kolaboratif dan penguatan karakter sudah menjadi hal biasa. Sementara itu di tempat yang lain, sekolah negeri masih menghadapi keterbatasan dalam hal pelatihan guru, akses teknologi, dan kurikulum yang adaptif. Ditambah dengan adanya pekerjaan tambahan para guru yang lebih bersifat administratif dan bukan substantif sebagai konsekuensi menerima tambahan penghasilan seperti tunjangan sertifikasi.
Melihat lebih jauh persoalan ketimpangan pendidikan dari perspektif kewilayahan, ketimpangan akses, fasilitas dan kualitas juga terlihat jelas. Sebagai contoh, pada wilayah seperti Sumba Timur, infrakstruktur dan ekonomi menjadi salah satu tantangan yang menghambat akses pendidikan. Berdasarkan data Bappeda Sumba Timur tahun 2022, hanya sekitar 760 dari 1.200 anak usia sekolah dasar di Kecamatan Haharu yang aktif bersekolah. Sisanya terkendala baik biaya transportasi, perlengkapan sekolah dan minimnya ketersediaan sekolah negeri. Pada akhirnya banyak dari anak usia sekolah berhenti atau putus sekolah di kelas 4 atau 5. Kehadiran sekolah swasta seharusnya menjadi solusi mengingat jarak antar sekolah dan dengan rumah siswa sangat jauh. Namun sebagai konsekuensi kemandirian dari negara, sekolah swasta harus meninta biaya mahal bagi operasional sekolah yang menjadi beban ekonomi mayoritas penduduk.
Pada daerah urban seperti Tangerang Selatan, permasalahan akses pendidikan yang dihadapi berada pada level yang hampir sama. Meskipun sekolah negeri tersedia cukup banyak namun daya tampungnya selalu tidak mencukupi. Setiap tahun ajaran baru, ribuan calon siswa pada akhirnya tidak lolos karena terbatasnya kuota. Para orang tua “terpaksa” mendaftar pada sekolah swasta dengan biaya masuk sekolah yang dapat mencapai puluhan juta. Hal ini tidak jarang menyebabkan para orang tua harus merelakan barang berharganya dijual untuk kebutuhan pendaftaran sekolah swasta tersebut. Di sisi sekolah, untuk mempertahankan keberlangsungan organisasi sekolah serta menarik minat calon siswa, selama ini sekolah swasta menyelenggarakan operasionalnya secara mandiri. Operasional tersebut dikelola melalui berbagai parameter yang menghasilkan komponen biaya sekolah yang oleh sebagian besar orang tua justru menjadi beban tersendiri. Kasus tersebut, dan banyak kasus serupa lainnya menggambarkan bagaimana putusan MK diharapkan dapat mengatasi ketimpangan akses yang disebabkan oleh kompetisi masuk sekolah negeri yang ketat. Maka dapat diperkirakan pelaksaan putusan MK untuk menggratiskan biaya wajib belajar sembilan tahun tersebut dilaksanakan melalui skema subsidi biaya pendidikan. Jika sekolah swasta mendapatkan bantuan untuk meniadakan biaya, maka keluarga tidak perlu mengorbankan harta benda hanya demi mengakses pendidikan dasar, salah satu hak asasi dasar.
Quotes.
"jika kita mendapat kesulitan besar, maka kita akan disiapkan menjadi lebih besar. jika saya tidak diberi kesulitan, justru itu ketakutan saya."- servasius bambang pranoto
"even superman has weaknesses. know that you also have limitation, but don't stop to fix it."- myself
"tidak semua masalah harus diselesaikan, jika tidak ada solusi yang tersedia. yang perlu kita lakukan hanya bertahan sampai masalah itu berlalu."- pandji pragiwaksono
"knowledge is a power, but the real power is applied knowledge."- ade rai
"terkenal tidak sama dengan jadi punya banyak buyer."- pandji pragiwaksono
loading ...